Haruskah Terus Terulang?
“Shaum di bulan Ramadhan tujuannya adalah untuk meraih
taqwa,
semua orang sudah tahu.
Shaum di bulan Ramadhan tidak kunjung juga mengantarkan diri
kepada taqwa,
semua orang juga sudah tahu (!?)”
Sahabat, mari kita lihat hati kita masing-masing..
Sepertinya sudah saatnya hati kita ini dipermak habis-habisan. Sebab di satu
sisi kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan disyari’atkan untuk umat
muslim/muslimah yang beriman agar dapat meraih taqwa, tapi di sisi lain kita
sendiri terlihat dengan sengaja enggan meraih (mencapai/menuju) taqwa tersebut.
Apakah taqwa?
Menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya? Betul.
Kita ambil pengertian tersebut agar bisa difahami dengan
cukup ringan.
Banyak orang yang fasih melafalkan kata taqwa oleh lisannya,
namun hanya sedikit yang mengerti dan faham esensi yang dimaksudkan oleh Allah
dalam kata taqwa tersebut. Hanya sedikit orang yang bisa menempatkan taqwa
tidak hanya pada ucapan di lisan, namun menjadikannya sebagai pakaian terbaik
(QS 7:26), atau bahkan bisa memperoleh titel taqwa karena telah menjadi insan
yang mampu menempatkan taqwa dalam hati dan mengamalkannya dalam perbuatan
(sarjana taqwa).
Berikut ini adalah beberapa indikator ‘sarjana taqwa’ yang
termaktub dalam Al-Qur’an:
- Salah satu ciri orang yang bertaqwa ialah mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan shaum (QS 2:183).
- Orang yang bertaqwa pula sedikit waktu tidur malamnya, juga tidak canggung dengan sholat malam, dan di setiap penghujung waktu malam mereka sibuk dengan istighfar (QS 51:17-18; 3:16-17). Memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya dan tak sombong atas dirinya.
- Orang yang bertaqwa tidak pernah absen dari zakat, infaq, dan shodaqoh (QS 51:19). Tidak bermental pengemis kepada makhlukNya.
- Orang yang bertaqwa juga selalu terpaut dengan Allah, melalui do’a dan dzikir yang dilakukannya (QS 7:201). Hatinya selalu dihiasi dengan dzikrullah demi terusirnya setan yang selalu berusaha bersemayam dalam dadanya.
- Orang yang bertaqwa juga tidak pernah menaruh benci ke sesama muslim, apalagi sampai su’uzhan, menggunjingkannya, dan memusuhinya (QS 49:9-13). Semua muslim/Muslimah ia anggap sebagai saudara yang tidak mungkin ia rendahkan apalagi menyakiti atau menzhaliminya.
Lima indikator taqwa tersebut, Allah ajarkan melalui paket
ibadah dalam bulan Ramadhan. Mulai dari shaum, sholat malam, bangun di waktu
sahur (dini hari), shodaqoh, zakat fitrah, do’a+dzikir, I’tikaf, dan
menjaga hati juga lisan dari setiap hal yang kotor atau jelek.
Akan tetapi, entah mengapa, selepas bulan Ramadhan, shaum
menjadi hal yang berat dan tidak lagi diagendakan. Sholat malam (tahajud) hanya
ketika susah dan ada kebutuhan yang sangat berat saja. Bangun subuh mulai
sering kembali kesiangan. Berdo’a hanya seenaknya dan seingatnya. Sholat pun
sering tergesa-gesa ingin segera selesai. Masjid kembali dijauhi. Mulai rutin
kembali su’uzhan, ghibah, bahkan saling memusuhi, meski itu teman
dekat kita, meski itu sahabat kita, bahkan keluarga kita.
Haruskah semua itu selalu terulang di setiap momen bulan
Ramadhan? Sudah berapa kali Ramadhan kita lalui dengan tanpa hasil taqwa? Na’udzu
billahi min dzalik.
Dari sahabatmu yang selalu merindukan pertemuan kembali di
surga-Nya kelak, Rizal Fathul Anwar.
#23 Ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar