Senin, 02 September 2013

Mari Melihat Shalat Kita


Shalat sebagai ibadah kita yang utama, sudahkah kita jadikan sebagai kebutuhan yang membahagiakan hati dan diri kita, ataukah sebuah beban berat yang mesti dipenuhi 5 kali dalam sehari?
Rasulullah SAW pernah bersabda:
"pusat kebahagiaanku dijadikan terletak dalam shalat." (HR Muslim)
Dan Allah berfirman:
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'…" (QS Al-Baqarah:45)
Tidakkah kita merasa tersindir mendengar hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
Seseorang apabila melaksanakan shalat, namun tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya, maka rukuk dan sujudnya itu akan digulung sebagaimana baju usang digulung, kemudian dilemparkan di mukanya, seraya berkata: "Allah akan menyia-nyiakan engkau sebagaimana engkau telah menyia-nyiakan aku!"
Mulai sekarang mari kita mengusahakan yang terbaik dalam diri kita untuk shalat secara benar dan sungguh-sungguh, menghadirkan hati kita, menghadirkan ruh dalam shalat kita hanya untuk Allah SWT. Kebaikan ini bukan untuk siapa-siapa, sungguh bukan untuk siapa-siapa, melainkan akan kembali kepada kita. Karena kita yang membutuhkan Allah, kita yang sangat membutuhkan-Nya.

-Berawal dari wudhu.
Apakah wudhu hanya sekedar menyucikan diri dari luar badan? Jika demikian sungguh kita telah salah mengira arti wudhu itu. Pernahkah kita wudhu dengat niat yang lebih dari itu? Berbahagialah kawan karena wudhu tak hanya membersihkan tubuh dari luar tetapi juga dari dalam.
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seseorang hamba berwudhu maka, ketika berkumur dosa-dosanya akan keluar dari mulut, laluketika membasuh muka, dosa-dosanya akan keluar dari pelupuk mata, kemudian ketika membasuh tangannya, maka dosa-dosa pun akan keluar dari tangannya, bahkan sampai juga dari bagian-bagian kuku-kukunya. Ketika mengusap kepala, maka dosa-dosanya juga akan keluar dari kaki bahkan kuku-kuku kakinya.” ( HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Subhanallah… Karenanya mulai sekarang rasakanlah, rasakan betapa air wudhu telah menghanyutkan dosa-dosa kita, membersihkan lahir dan batin kita.

-Menghadap kiblat
Saat tubuh ini menghadap ke arah kiblat, ke arah manakah hati kita? Sudahkah kita menghadapkan juga hati ini ke arah yang sama? Apakah kita menghadapkan wajah ke arah kiblat sementara hati ini tengah berpaling? Hanya dengan wajah, bukan dengan hati?
Jika demikian, mari segera kita perbaiki. Karena makna menghadap kiblat tidak hanya dengan wajah, tetapi juga dengan hati.

-Niat dan Takbir
Niat apa yang kita gunakan saat akan shalat? Mengerjakan shalat ataukah mendirikan shalat?
Mengerjakan shalat berarti hanya sekedar melunturkan kewajiban. Mereka yang lalai dalam shalatnya juga telah mengerjakan shalat kan?
Lalu apa bedanya dengan mendirikan shalat? Mendirikan shalat layaknya membangun sebuah bangunan. Mendirikan shalat berarti mendirikan bangunan shalat. Mendirikan suatu bangunan tidak bisa dengan asal-asalan, ada usaha keras yang sungguh-sungguh agar bangunan yang didirikan betul-betul sempurna.
Begitupun dengan shalat. Mungkin itu pula sebabnya dalam azan seringkali kita dengar “Hayya ‘alashshalah” yang artinya marilah kita mendirikan shalat. Bukan hanya mengerjakannya.
Saat kita mengucapkan “Allahu Akbar”, maka lepaslah dunia dan seisinya, karena kita sedang menghadap Yang Maha Besar, Penggengam langit dan bumi, Penggenggam jiwa ini. Maka tak selayaknya kita memberi tandingan terhadap urusan-urusan dunia saat shalat. Jika demikian, kembalikan hati ini, kembalikan hati ini tunduk kepada-Nya.
Perhatikan sahabat, saat ini Allah sedang melihat kita. Allah sedang menatap kita, maka patutkah kita berpaling? Adakah yang lebih baik daripada Allah?

-Al-Fatihah
Tahukah sahabat, saat kita membaca surah Al-Fatihah maka Allah menjawab setiap ucapan kita.Ya, Allah menjawabnya, berbahagialah.
Dalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT berfirman:
"Aku membagi shalat menjadi dua bagian, untuk Aku dan untuk hamba-Ku."
Ketika mengucapkan "Alhamdulillaahi Rabbil 'aalamiin", maka Allah pun berfirman, "Hamba-Ku telah memuji-Ku"
Lalu ketika mengucapkan "Ar-Rahmaanir-Rahiim", Allah berfirman, Hamba-Ku telah mengaagungkan-Ku"
Dan tatkala mengucapkan "Maaliki yaumiddiin", Allah pun berfirman, "Hamba-Ku memuja-Ku"
Kemudian ketika mengucap “Iyyaaka na’ budu wa iyyaaka nasta’iin”, Allah menjawab “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku”
Ketika si hamba mengatakan “Ihdinash shiraatal mustaqiim, shiraatalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladdhooliin”, Allah menjawab “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku, Akan ku penuhi yang ia minta” (H.R. Muslim dan At-Turmudzi)
Rasakanlah jawaban indah ini. Berhentilah sejenak saat kau membaca ayatnya satu demi satu. Rasakanlah, Allah sedang menjawab ucapanmu. Subhanallah.
Selanjutnya ucapkanlah Aamiin dengan hati yang tenang, sebab malaikat pun sedang mengucapkan hal yang sama.
“Barang siapa yang ucapan “Aamiin” nya bersamaan dengan para malaikat, maka Allah akan memberikan ampunan kepada-Nya.” (H.R Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Turmudzi dan An-Nasa’i)
-Ruku’, i’tidal dan Sujud
Saat ruku’, tundukkan punggung kita Sahabat, tundukkan pula hati ini bersamanya. Rasakanlah ketundukkan itu dan bertasbihlah kepada Allah. Tuma’ninah lah. Lalu angkat punggung kita. Bersyukurlah kepada Allah karena telah menegakkan kembali punggung ini, “Rabbana walakal hamdu”. Dan tuma’ninah lah. Bersiaplah kepada posisi terdekat kepada Allah, sujud.
Saat sujud, kita merendahkan diri kita serendah-rendahnya. Meletakkan kepala di atas tanah, saat ini kita dalam posisi serendah-rendahnya. Sungguh Allah maha Tinggi. Maka pujilah Allah, Maha suci Allah, “Subhaana rabbial ‘ala”. Perbanyaklah do’a di dalamnya. Karena saat ini kita sedang berada dalam posisi yang sangat dekat dengan Allah. Sangat dekat.
“Posisi yang paling dekat bagi hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia bersujud” (sabda Rasulullah SAW)
-Tasyahud dan salam
Saat tasyahud ucapkan lah shalawat dengan sepenuh hati. Shalawat atas Rasulullah SAW. Mohonlah kepada Allah agar melimpahkan salam kesejahteraan kepada Rasul SAW yang begitu mencintai kita umatnya. Yang pada saat-saat terakhirnya masih mengingat umatnya dengan panggilannya yang mulia, Ummati… Ummati… Ummati umatku… umatku…
Haturkan dengan segenap hati, karena kecintaannya kepada kita dan kecintaan kita kepadanya, dengan penuh harap semoga kita termasuk dalam umatnya.
Terakhir, ucapkanlah salam kepada kedua malaikat yang selalu menyertai kita, “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh”

perhatikanlah penuturan Hatim Al-Hisam berikut ini: 
Suatu kali Hatim Al-Hisam rahimahullah pernah ditanya tentang shalatnya.
Ia pun menjawab, “Jika waktu shalat tiba, aku berwudu dengan sempurna, dan menghampiri tempat di mana aku akan mengerjakan shalat.
Aku pun lantas duduk di sana sampai seluruh tubuhku terkonsentrasi. Kemudian aku pun memulai shalat dengan menjadikan ka’bah seolah berada di hadapanku, jembatan ash-shirat terletak di bawah kakiku, berada di samping kananku dan neraka di sebelah kiriku, serta malaikat maut berada tepat di belakangku.
Aku pun manganggap shalat ini sebagai shalat terakhirku.”

Perhatikan Sahabat, menganggap bahwa shalat yang akan kita dirikan sebagai shalat yang terakhir, pernahkah kau melakukan itu sebelumnya? Jika belum mari kita mencoba melakukannya.
Berusaha memperbaiki shalat kita, selalu dan selalu. Karena kita sedang berhadapan dengan Yang Maha Kuasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ya Rabb. Sungguh ingin rasanya kami menjadikan shalat yang lima waktu sebagai pusat kebahagiaan dalam hidup kami. Begitu ingin hati, jiwa, jasad ini tunduk dengan penuh khusyu'an dalam shalat.
Sungguh ingin diri ini menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, sebagai penolong. Karenanya, bantulah kami mewujudkannya Ya Rabb, bantulah kami. Dan janganlah engkau hukum kami atas kelalaian kami. Karena tak sanggup kami menanggung azab-Mu, sungguh tak sanggup.
Cintailah kami ya Allah, dan anugerahkanlah pada kami rasa cinta kepada-Mu di atas segala-galanya. Di atas segala-galanya. Aamiin.
“Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati Lillahi Rabbil ’Alamin”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar